BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Angka kematian Ibu dan anak sudah berkembang, karena kurangnya sosialisasi tentang kesehatan sehingga masyarakat sangat minim sekali dengan pengetahuan tentang kesehatannya. Rata-rata AKI di sebabkan oleh perdarahan pada persalinan yang abnormal, pada persalinan ada yang di sebut Kala II Persalinan di sebut juga kala pengeluaran yang merupakan peristiwa terpenting dalam proses persalinan karena objek yang di keluarkan adalah objek utama yaitu bayi.
Indikasi amniotomi jika ketuban belum pecah dan serviks telah membuka sepenuhnya. Dan episiotomy adalah pengguntingan pada perineum yang memudahkan bayi untuk keluar melalui jalan lahir jika tedapat masalah pada perineum ibu.
Kala III persalinan merupakan kala dimana pengeluaran plasenta setelah bayi lahir, dan di susul dengan
kala IV dimana kala ini tentang pengawasan pada ibu dan bayi setelah 1-2 jam postpartum. Pemberian asuhan pada bayi baru lahir juga tidak kalah penting dengan Kala I, kala II, kala III,
dan kala IV, karena untuk menilai apakah bayi tersebut sehat dan dalam keadaan baik.
1.2 Tujuan Khusus
Dalam makalah ini tujuan khusus yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini, adalah :
a. Untuk memenuhi tugas perkuliahan dengan mata kuliah Asuhan Kebidanan II
(Persalinan).
b. Untuk memberikan pengetahuan luas tentang asuhan pada ibu bersalin kala II atau
kala pengeluaran janin.
1.3 Tujuan Umum
Sedangkan tujuan umum yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini, adalah :
a. Agar pembaca memahami tentang asuhan ibu bersalin pada kala II atau
kala pengeluaran janin dan menambah wawasannya.
b. Agar mendapatkan pengetahuan dan wawasan yang luas lagi tentang memberikan asuhan pada ibu bersalin kala II atau kala pengeluaran janin.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Melakukan amniotomi dan Episiotomi
2.1 Amniotomi
Amniotomi adalah indikasi yang di lakukan jika ketuban belum pecah tetapi serviks sudah membuka. Amniotomi adalah sebuah irisan bedah melalui perineum yang dilakukan unuk memperlebar vagina dengan maksud untuk membantu proses kelahiran bayi. Perlebaran ini dapat dilakukan di garis tengah (”midline”) atau dari sebuah sudut dari ujung belakang dari vulva, dilakukan di bawah bius lokal (”local anaesthetic”) dan dijahit kembali setelah melahirkan. Ini merupakan suatu prosedur umum dalam kedokteran yang dilakukan kepada wanita.
Episiotomi adalah insisi perineum yang dimulai dari cincin vulva ke bawah, menghindari anus dan muskulus spingter serta memotong fasia pervis, muskulus konstrikter vagina, muskulus transversus perinei dan terkadang ikut terpotong serat dari muskulus levator ani.
Amniotomi/pemecahan selaput ketuban dilakukan bila selaput ketuban masih utuh, ada dorongan yang besar. Manfaat yang diperkirakan adalah persalinan bertambah cepat, deteksi dini kasus pencemaran mekonium pada cairan amnion, dan kesempatan untuk memasang elektroda ke janin serta memasukkan pressure catheter ke dalam rongga uterus. Jika amniotomi dilakukan, harus diupayakan menggunakan teknik aseptik. Yang penting kepala janin harus tetap berada di serviks dan tidak dikeluarkan dari panggul selama prosedur; karena tindakan seperti itu akan menyebabkan prolaps tali pusat. (Obstetri William Edisi 21, Cuningham, dkk., 2006: 343)
Selama selaput ketuban masih utuh, janin akan terhindar dari infeksi dan asfiksia. Cairan amniotic berfungsi sebagai perisai yang melindungi janin dari tekanan penuh dikarenakan kontraksi. Oleh karena itu perlu dihindarkan amniotomi dini pada kala I. Biasanya, selaput ketuban akan pecah secara spontan.
2.2 Indikasi Amniotomi
a. Pembukaan lengkap
b. Pada kasus solutio plasenta
c. Jika ketuban belum pecah dan serviks telah membuka sepenuhnya
Apabila selaput ketuban belum pecah dan pembukaan sudah lengkap maka perlu dilakukan tindakan amniotomi. Perhatikan warna air ketuban yang keluar saat dilakukan amniotomi. Jika terjadi pewarnaan mekonium pada air ketuban maka dilakukan persiapan pertolongan bayi setelah lahir karena hal tersebut menunjukkan adanya hipoksia dalam rahim atau selama proses persalinan.
2.3 Keuntungan tindakan amniotomi :
1. Untuk melakukan pengamatan ada tidaknya mekonium
2. Menentukan punctum maksimum DJJ akan lebih jelas
3. Mempermudah perekaman pada saat memantau janin
4. Mempercepat proses persalinan karena mempercepat proses pembukaan serviks
5. Dimana pemantauan DJJ secara terus menerus didindikasikan, maka elektroda dapat diletakkan langsung keatas kulit kepala janin, yang memungkinkan pelacakan yang lebih baik daripada yang diperoleh dengan menempatkan elektroda diatas abdomen ibu
6. Kateterperekam bias ditempatkan di dalam uterus dan dapat mengukur tekanan intrauterine secara langsung dan akurat
7. Lamanya persalinan bisa diperpendek
8. Bukti-bukti yang ditemukan akhir-akhir ini menunjukkan bahwa amniotomi dan stimulasi slauran genital bawah menyebabkan peningkatan dalam prostaglandin, dan hal ini selanjutnya menyempurnakan kontraksi uterus
2.4 Kerugian tindakan Amniotomi :
1. Dapat menimbulkan trauma pada kepala janin yang mengakibatkan kecacatan pada tulang kepala akibat dari tekanan deferensial meningkat
2. Dapat menambah kompresi tali pusat akibat jumlah cairan amniotic berkurang.
Sementara amniotomi dini bias mempercepat pembukaan cerviks,
Namun bias pula menyebabkan berkurangnya aliran darah ke plasenta. Jadi keuntungan dalam bentuk persaliann yang lebih pendek bias terelakkan oleh efek merugikan yang potensial bias terjadi pada janin, seperti misalnya penurunan angka pH darah. Beberpa penolong telah mencatat adanya perubahan dalam pola DJJ setelah dilakukannya amniotomi.
2.5 Cara melakukan amniotomi
1. Persiapan Alat:
a. Bengkok
b. Setengah kocher
c. Sarung tangan
d. Kapas saflon ½%
2. Persiapan Pasien:
a. Posisi Dorsal Recumbent
3. Persiapan Pelaksanaan:
a) Memberitahukan tindakan
b) Mendekatkan alat
c) Dengarkan dan periksa denyut jantung janin (DJJ) dan catat pada partograf
d) Cuci kedua tangan dan keringkan
e) Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril pada dua tangan
f) Diantara kontraksi lakukan pemeriksaan dalam dengan hati-hati. Raba dengan hati-hati selaput ketuban untuk memastikan bahwa kepala telah masuk dengan baik (masuk ke dalam panggul) dan bahwa tali pusat dan/atau bagian-bagian tubuh yang kecil dari bayi bisa dipalpasi, jangan pecahkan selaput ketuban. Catatan : pemeriksaan dalam yang dilakukan di antara kontraksi seringkali lebih nyaman untuk ibu. Tapi jika selaput ketuban tidak dapat diraba di antara kontraksi, tunggu sampai kekuatan kontraksi berikutnya mendorong cairan ketuban dan membuatnya lebih mudah untuk dipalpasi dan dipecahkan.
g) Tangan kiri mengambil klem setengah Kocher yang telah dipersiapkan sedemikian rupa sehingga dalam mengambilnya mudah
h) Dengan menggunakan tangan kiri, tempatkan klem setengah Kocher atau setengah Kelly disinfeksi tingkat tinggi atau steril dimasukkan ke dalam vagina menelusuri jari tangan kanan yang berada didalam vagina sampai mencapai selaput ketuban.
i) Pegang ujung klem setengah kocher diantara ujung jari tangan kanan pemeriksaan, kemudin gerakkan jari dengan lembut dan memecah selaput ketuban dengan cara menggosokkan klem setengah kocher pada selaput ketuban. Catatan : seringkali lebih mudah untuk memecahkan selaput ketuban diantara kontraksi ketika selaput ketuban tidak tegang, hal ini juga akan mencegah air ketuban menyemprot pada saat selaput ketuban dipecahkan.
j) Biarkan air ketuban membasahi jari tangan pemeriksaan.
k) Gunakan tangan kiri untuk mengambil klem dan menempatkannya ke dalam larutan klorin ½ % untuk didekontaminasi.
l) Jari tangan kanan pemeriksa tetap di dalam vagina untuk mengetahui penurunan kepala janin dan memastikan bahwa tali pusat atau bagian kecil dari bayi yang teraba
.
m) Bila hasil pemeriksaan tidak didapatkan adanya tali pusat atau bagian-bagian tubuh janin yang kecil dan hasil pemeriksaan penurunan kepala sudah didapatkan, maka keluarkan tangan pemeriksa secara lembut dari dalam vagina.
n) Lakukan pemeriksaan warna cairan ketuban adakah mekonium, darah, apakah jernih
o) Lakukan langkah-langkah gawat darurat apabila terdapat mekonium atau darah
p) Celupkan tangan yang masih menggunakan sarung tangan ke dalam larutan klorin ½ %, lalu lepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan biarkan terendam di larutan klorin ½ % selama 10 menit.
q) Cuci kedua tangan
r) Segera periksa ulang DJJ
s) Catat pada partograf waktu dilakukannya pemecahan selaput ketuban, warna air ketuban dan DJJ.
3.1 Episiotomi
Pada masa yang lalu, tindakan episiotomi dilakukan secara rutin terutama pada primipara. Tindakan ini bertujuan untuk mencegah trauma pada kepala janin, mencegah kerusakan pada spinter ani serta lebih mudah untuk menjahitnya. Namun hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada bukti yang mendukung manfaat episiotomi (Enkim, Keirse, Renfew dan Nelson, 1995; Wooley, 1995).
Pada kenyataannya tindakan episiotomi dapat menyebabkan peningkatan jumlah jumlah kehilangan darah ibu, bertambah dalam luka perineum bagian posterior, meningkatkan kerusakan pada spinter ani dan peningkatan rasa nyeri pada hari-hari pertama post partum
.
Episiotomi adalah suatu sayatan di dinding belakang vagina agar bukaan lebih lebar sehingga bayi dapat keluar dengan lebih mudah.
Dapat dimengerti jika kaum wanita khawatir kalau-kalau sayatan atau robekan akan memengaruhi vagina dan perineum (kulit antara vagina dan anus) sehingga kelak hubungan seksual akan menyakitkan, atau area tersebut menjadi jelek, atau tidak memungkinkan penggunaan tampon. Wanita yang pernah mengalami pelecehan seksualsering takut jika mendengar penyayatan karena ini mengingatkan pada kerusakan yang pernah mereka alami. (Kehamilan dan Melahirkan, Mary Nolan, 2003: 127)
Dianjurkan untuk melakukan episiotomi pada primigravida atau pada wanita dengan perineum yang kaku. Episiotomi ini dilakukan bila perineum telah menipis dan kepala janin tidak masuk kembali ke dalam vagina. Ketika kepala janin akan mengadakan defleksi dengan suboksiput di bawah simfisis sebagai hipomoklion, sebaiknya tangan kiri menahan bagian belakang kepala dengan maksud agar gerakan defleksi tidak terlalu cepat. Dengan demikian, ruptura perinei dapat dihindarkan. Untuk mengawasi perineum ini posisi miring (Sims position) lebih menguntungkan dibandingkan dengan posisi biasa. Akan tetapi, bila perineum jelas telah tipis dan menunjukkan akan timbul ruptura perinei, maka sebaiknya dilakukan episiotomi. Dikenal:
a. Episotomi mediana, dikerjakan pada garis tengah
b. Episiotomi mediolateral, dikerjakan pada garis tengah yang dekat muskulus sfingter ani, dan diperluas ke sisi
c. Episiotomi lateral, yang sering terjadi perdarahan
Keuntungan episiotomi mediana ialah tidak menimbulkan perdarahan banyak dan penjahitan kembali lebih mudah, sehingga sembuh per primam dan hampir tidak berbekas. Bahayanya ialah dapat menimbulkan ruptura perinei totalis. Dalam hal ini muskulus sfingter ani eksternus dan rektum ikut robek pula. Perawatan ruptura perinei totalis harus dikerjakan serapi-rapinya, agar jangan sampai gagal dan timbul inkontinensia alvi.
3.2 Indikasi episiotomi :
1. Gawat janin. Untuk menolong keselamatan janin, maka persalinan harus segera diakhiri.
2. Persalinan pervaginam dengan penyulit, misalnya presbo, distoksia bahu, akan dilakukan ekstraksi forcep, ekstraksi vacuum
3. Jaringan parut pada perineum ataupun pada vagina
4. Perineum kaku dan pendek
5. Adanya rupture yang membakat pada perineum
6. Premature untuk mengurangi tekanan
3.3 Kontraindikasi episiotomi :
1. Bukan persalinan pervaginam
2. Kecenderungan perdarahan yang tidak terkontrol
3. Pasien menolak dilakukan intervensi operatif.
Saat episiotomi :
1. Kepala sudah kelihatan 3-4 cm waktu ibu mengedan
2. Saat pemasangan forsep
3. Sebelum melakukan ekstraksi pada letak sungsang.
Penanganan luka episiotomi :
1. Prinsip : Hemostasis dan perbaikan anatomi.
2. Cara :
- Mukosa dan submukosa dijahit jelujur dengan cutgut kromik 00.
- Otot dan fascia dijahit jelujur dengan cutgut kromik 00.
- Kulit dan subkutis dijahit terputus dengan seide / sutera 30.
3. Obat-obatan :
- Analgetik / antiinflamasi
- Antibiotik bila perlu
4. Perawatan luka : Kompres dengan povidone iodine.
5. Informed consent : tidak perlu.
•
Kita mengenal 4 macan episiotomi :
1. Episiotomi medialis yang dibuat di garis tengah
2. Episiotomi mediolateralis dari garis tengah ke samping menjauhi anus
3. Episiotomi lateralis, 1-2 cm di atas commissural poeterior ke samping
3.4 Fungsi episiotomi :
1. perinei yang spontan bersifat luka loyak dengan dinding luka bergerigi. Luka lurus dan tajam lebih mudah di jahit dan sembuh dengan sempurna.
2. Mengurangi tekanan kepala anak
3. Mempersingkat Episiotomi membuat luka yang lurus dengan pinggir yang tajam, sedangkan rupture kala II
4. Episiotomi letralis dan mediolateralis mengurangi kemungkinan rupture perinea totalis.
Yang paling sering di pergunakan ialah : Episiotomi medialis dan episiotomi mediolateralis
3.5 Episiotomi medialis :
1. Mudah di jahit
2. Anatomis maupun fungsionil sembuh dengan baik.
3. Nyeri dalam nifas tidak seberapa.
4. Dapat menjadi rupture perinea totalis.
3.6 Episiotomi Mediolateralis :
1. Lebih sulit di jahit
2. Anatomis maupun fungsionil penyembuhannya kurang sempurna
.
3. Nyeri pada hari pertama nifas
4. Jarang menjadi rupture perinea totalis.
Karena episiotomi medialis mungkin menjadi rupture perinea totalis maka dibuat episiotomi mediolateralis pada :
- anak besar
- posisio ocipito posterior atau letak deflaksi
- forcep yang sulit (forcep tengah)
- perineum yang pendek
Episiotomi medialis terutama dibuat pada anak yang premature. Saat membuat episiotomi ialah waktu kepala tampak dengan harus tengah 2-3 cm. Berdasarkan bukti ini, mulai sekarang episiotomi dilakukan harus dengan indikasi, antara lain:
Bayi berukuran besar
Jika berat janin diperkirakan mencapai 4 kg, maka hal ini dapat menjadi indikasi untuk dilakukannya persalinan sesar (seksio sesarea).
Alasan yang menjadi buktinya yaitu, risiko komplikasi akan menjadi lebih besar dan berbahaya jika bayi dilahirkan melalui vagina. Namun, mungkin saja risiko ini terlampaui jika ternyata rongga panggul ibu cukup lebar.
Begitu juga jika berat bayi baru mencapai 3,5 kg atau lebih dan rongga panggul ibu cukup lebar untuk dilalui, maka diperkirakan ia dapat lahir melalui vagina. Jika ditemukan risiko persalinan macet karena bahu bayi yang lebar, misalnya, barulah dilakukan episiotomi.
Perineum sangat kaku
Tidak semua persalinan anak pertama dibarengi perineum yang kaku. Tetapi bila perineum sangat kaku sehingga persalinan perlangsung lama dan proses persalinan menjadi sulit, perlu dilakukan episiotomi.
Perineum pendek
Jarak perineum yang sempit boleh menjadi pertimbangan dilakukannya episiotomi. Apalagi jika kepala bayi termasuk besar. Hal ini meningkatkan kemungkinanterjadin ya cedera pada anus akibat robekan yang melebar ke bawah.
Persalinan dengan alat bantu atau sungsang
Episiotomi juga boleh dilakukan bila persalinan dilakukan dengan menggunakan alat bantu, entah itu forseps atau vakum.
Tujuannya untuk mempermudah tindakan. Jalan lahir akan semakin lebar sehingga meminimalkan risiko cedera akibat penggunaan alat bantu tersebut.Begitu pula pada persalinan sungsang.
Pada persalinan normal tanpa episiotomi, perlukaan yang terjadi ternyata relatif kecil dan dapat dijahit dengan mudah dan rapi. Proses penyembuhannya pun cukup singkat, sekitar 2-3 hari saja. Pun ternyata tidak ada perbedaan dalam proses penyembuhan luka episiotomi dengan robekan spontan perineum.
Bahkan episiotomi yang dilakukan secara mediolateral (sayatan miring) sering menimbulkan nyeri yang lebih besar.
Kalau dibuatnya terlambat otot-otot dasar panggul sudah di regang dengan sangat, sehingga salah satu tujuan episiotomi tercapai kalau terlalu cepat, perdarahan antara incise dan lahirnya anak terlalu banayk.
Kalau menggunakan forceps, episiotomi baiknya di buat setelah forceps terpasang untuk mencegah perdarahan banyak.
Episiotomi dilakukan bila perineum sudah menipis dan kepala janin tidak masuk lagi dalam vagina, yaitu dengan jalan mengiris atau menggunting perineum, ada 3 arah irisan : - medialis, - mediolateralis, dan – latelaris.
Tujuan episiotomi adalah supaya tidak terkadi robekan perieneum yang tidak teratur dan robekan pada m.spincter ani (rupture perinea totalois) yang bila tidak di jahit dan di rawat dengan baik akan menyebabkan besar berak (inkontinesia alvi). (Rustam Mochtar, Sinopsis Obstetri, 1998:105)
3.7 Penatalaksanaan episiotomi :
1. Persiapan :
a. Peralatan : baik steril berisi kasa, gunting episiotomy, betadin, spuit 10 ml dengan jarum ukuran minimal 22 dan panjang 4 cm, lidokain 1% tanpa epineprin. Bila bila lidokain 1% tidak ada dan tersedia likokain 2% maka buatlah likokain tadi menjadi 1% dengan cara melarutkan 1 bagian lidokain 2% ditambah 1 bagian cairan garam fisiologis atau air destilasi steril. Contoh : Larutkan 5 ml lidokain 2% ke dalam 5 ml cairan garam fisiologis atau air destilasi steril.
b. Pertimbangkan secara matang tujuan episiotomi.
c. Pertimbangkan indikasi-indikasi untuk melakukan episiotomi dan pastikan bahwa episiotomi tersebut penting untuk keselamatan dan kenyamanan ibu dan/atau bayi.
d. Pastikan bahwa semua perlengkapan dan bahan-bahan yang diperlukan sudah tersedia dan dalam keadaan disinfeksi tingkat tinggi atau steril.
e. Gunakan teknik aseptik setiap saat. Cuci tangan dan pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril.
f. Jelaskan pada ibu mengapa ia memerlukan episiotomi dan diskusikan prosedurnya dengan ibu. Berikan alasan rasional pada ibu.
2. Prosedur
a. Tunda tindakan episiotomi sampai perineum menipis dan pucat, dan 3-4 cm kepala bayi sudah terlihat pada saat kontraksi.
Alasan: Melakukan episiotomi akan ,menyebabkan perdarahan; jangan melakukannya terlalu dini.
b. Masukkan dua jari ke dalam vagina di antara kepala bayi dan perineum. Kedua jari agak direnggangkan dan berikan sedikit tekanan lembut ke arah luar pada perineum.
Alasan: Hal ini akan melindungi kepala bayi dari gunting dan meratakan perineum sehingga membuatnya lebih mudah diepisiotomi..
c. Gunakan gunting tajam disinfeksi tingkat tinggi atau steril, tempatkan gunting di tengah tengah fourchette posterior dan gunting mengarah ke sudut yang diinginkan untuk me-lakukan episiotomi mediolateral (jika anda bukan kidal, episiotomi mediolateral yang dilakukan di sisi kiri lebih mudah dijahit). Pastikan untuk melakukan palpasi/ mengidentifikasi sfingter ani eksternal dan mengarahkan gunting cukup jauh kearah samping untuk rnenghindari sfingter.
d. Gunting perineum sekitar 3-4 cm dengan arah mediolateral menggunakan satu atau dua guntingan yang mantap. Hindari “menggunting” jaringan sedikit demi
sedikit karena akan menimbulkan tepi yang tidak rata sehingga akan menyulitkan penjahitan dan waktu penyembuhannya lebih lama.
e. Gunakan gunting untuk memotong sekitar 2-3 cm ke dalam vagina.
f. Jika kepala bayi belum juga lahir, lakukan tekanan pada luka episiotomi dengan di lapisi kain atau kasa disinfeksi tingkat tinggi atau steril di antara kontraksi untuk membantu mengurangi perdarahan.
Alasan: Melakukan tekanan pada luka episiotomi akan menurunkan perdarahan.
g. Kendalikan kelahiran kepala, bahu dan badan bayi untuk mencegah perluasan episio-tomi.
h. Setelah bayi dan plasenta lahir, periksa dengan hati-hati apakah episiotomi, perineum dan vagina mengalami perluasan atau laserasi, lakukan penjahitan jika terjadi perluasan episiotomi atau laserasi tambahan.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk membantu mengurangi resiko penyayatan atau robekan selama persalinan :
- Jika dalam posisi berdiri dan tidak duduk pada tulang ekor ketika mendorong bayi keluar, panggul akan terbuka lebar dan Anda member sebanyak mungkin ruang bagi bayi untuk menemukan jalan keluar termudah. Semakin mudah bayi keluar, akan semakin kurang tekanan yang diterima oleh vagina dan perineum
- Cobalah dan bayangkan vagina membuka agar bayi bisa lewat dengan mudah, jangan menahan.
- Ketika bidan mengatakan bahwa kepala bayi akan keluar pada kontraksi berikutnya, Anda dapat melakukan posisi merangkak sehingga kepala bayi akan keluar perlahan-lahan dari vagina dan memungkinkan perineum meregang perlahan-lahan di depan wajah bayi. Kelahiran yang timbul seperti ini akan sangat baik bagi bayi karena melindungi pembuluh-pembuluh darah yang lembut di dalam kepalanya dari kemungkinan cidera, juga sangat baik bagi Ibu, karena mengurangi resiko robeknya perineum
- Bidan akan meminta agar ibu bernapas pendek-pendek bukan mengejan, ketika kepala bayi keluar dan ini juga akan membantu kelahiran yang lembut
Menjahit Episiotomi
Tujuan menjahit laserasi atau episiotomi adalah untuk menyatukan kembali jaringan tubuh (mendekatkan) dan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu (memastikan hemostasis). Ingat bahwa setiap kali jarum masuk ke dalam jaringan tubuh, jaringan akan terluka dan menjadi tempat yang potensial untuk timbulnya infeksi. Oleh sebab itu pada saat menjahit laserasi atau episiotomi gunakan benang yang cukup panjang dan gunakan sesedikit mungkin jahitan untuk mencapai tujuan pendekatan dan hemostasis.
Keuntungan-keuntungan teknik penjahitan jelujur:
• Mudah dipelajari (hanya perlu belajar satu jenis penjahitan dan satu atau dua jenis simpul)
• Tidak terlalu nyeri karena lebih sedikit benang yang digunakan
• Menggunakan lebih sedikit jahitan
Mempersiapkan penjahitan :
1. Bantu ibu mengambil posisi litotomi sehingga bokongnya berada di tepi tempat tidur atau meja. Topang kakinya dengan alat penopang atau minta anggota keluarga untuk memegang kaki ibu sehingga ibu tetap berada dalam posisi litotomi.
2. Tempatkan handuk atau kain bersih di bawah bokong ibu.
3. Jika mungkin, tempatkan lampu sedemikian rupa sehingga perineum bisa dilihat dengan jelas.
4. Gunakan teknik aseptik pada saat memeriksa robekan atau episiotomi, memberikan anestesi lokal dan menjahit luka
5. Cuci tangan menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir.
6. Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau yang steril.
7. Dengan menggunakan teknik aseptik, persiapkan peralatan dan bahan-bahan disinfeksi tingkat tinggi untuk penjahitan (peralatan dan bahan-bahan ini tercantum di lampiran 5)
8. Duduk dengan posisi santai dan nyaman sehingga luka bisa dengan mudah dilihat dan penjahitan bisa dilakukan tanpa kesulitan.
9. Gunakan kain/kasa disinfeksi tingkat tinggi atau bersih untuk menyeka vulva, vagina dan perineum ibu dengan lembut, bersihkan darah atau bekuan darah yang ada sambil menilai dalam dan luasnya luka.
10. Periksa vagina, serviks dan perineum secara lengkap.
Pastikan bahwa laserasi/sayatan perineum hanya merupakan derajat satu atau dua
. Jika laserasinya dalam atau episiotomi telah meluas, periksa lebih jauh untuk memeriksa bahwa tidak terjadi robekan derajat tiga atau empat.
Masukkan jari yang bersarung tangan ke dalam anus dengan hati-hati dan angkat jari tersebut perlahan-lahan untuk mengidentifikasi sfingter ani.
Raba tonus atau ketegangan sfingter. Jika sfingter terluka, ibu mengalami laserasi derajat tiga atau empat dan harus dirujuk segera. Ibu juga dirujuk jika mengalami laserasi serviks.
11. Ganti sarung tangan dengan sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril yang baru setelah melakukan pemeriksaan rektum.
12. Berikan anestesia lokal (kajilah teknik untuk memberikan anestesia lokal di bawah ini).
13. Siapkan jarum (pilih jarum yang batangnya bulat, tidak pipih) dan benang. Gunakan benang kromik 2-0 atau 3-0. Benang kromik bersifat lentur, kuat, tahan lama dan paling sedikit menimbulkan reaksi jaringan.
14. Tempatkan jarum pada pemegang jarum dengan sudut 90 derajat, jepit dan jepit jarum tersebut.
Dalam penjahitan episiotomi, penting menggunakan benang yang dapat diserap untuk menutup robekan. Benang poliglikolik lebih dipilih dibandingkan catgut kromik karena kekuatan regangannya, bersifat non alergenik, kemungkinan komplikasi infeksi dan kerusakan episiotominya lebih rendah. Catgut kromik dapat digunakan sebagai alternative, tetapi bukan benang yang ideal.
Komplikasi pada penjahitan episiotomi :
1. Jika terjadi hematoma, buka dan buat drain hematoma. Jika tidak terdapat tanda-tanda infeksi dan perdarahan berhenti, tutup kembali episiotomy.
2. Jika terdapat tanda-tanda infeksi, buka dan buat drain luka. Angkat jahitan yang terinfeksi dan lakukan debridement luka.
3. Jika infeksi ringan, antibiotic tidak diperlukan.
4. Jika infeksi berat tetapi tidak mencapai jaringan dalam, berikan kombinasi antibiotic
5. Ampisilin 500 mg per oral empat kali sehari selama lima hari
6. Ditambah metronidazol 400 mg per oral tiga kali sehari selama lima hari
7. Jika infeksi dalam, mencapai otot, dan menyebabkan nekrosis (fasitis nekrotik), berikan kombinasi antibiotic sampai jaringan nekrotik dibuang dan ibu tidak demam selama 48 jam
8. Penisilin G 2 juta unit melalui IV setiap enam jam.
9. Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan melalui IV setiap 24 jam
10. Ditambah metronidazol 500 mg melalui IV setiap delapan jam.
11. Setelah ibu tidak demam selama 48 jam, berikan
12. Ampisilin 500 mg per oral empat kali sehari selama lima hari.
Catatan : Fasitis nekrotik memerlukan debridement bedah yang luas. Lakukan penutupan primer lambat dalam dua sampai empat minggu (bergantung pada penyembuhan infeksi).
BAB III
PENUTUP DAN. KESIMPULAN
Amniotomi adalah indikasi yang di lakukan jika ketuban belum pecah tetapi serviks sudah membuka. Amniotomi adalah sebuah irisan bedah melalui perineum yang dilakukan unuk memperlebar vagina dengan maksud untuk membantu proses kelahiran bayi.
Episiotomi adalah insisi perineum yang dimulai dari cincin vulva ke bawah, menghindari anus dan muskulus spingter serta memotong fasia pervis, muskulus konstrikter vagina, muskulus transversus perinei dan terkadang ikut terpotong serat dari muskulus levator ani. Pembagian episiotomi:
a. Episotomi mediana, dikerjakan pada garis tengah
b. Episiotomi mediolateral, dikerjakan pada garis tengah yang dekat muskulus sfingter ani, dan diperluas ke sisi
c. Episiotomi lateral, yang sering terjadi perdarahan
B. SARAN
Diharapkan Angka kematian Ibu dan anak dapat berkurang dan menambah sosialisasi tentang kesehatan sehingga masyarakat berambah pengetahuan tentang masa persalinan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Asuhan Persalinan Normal dan Inisiasi Menyusui Dini, JNPK-KR, 2008: 145
2. Asuhan Kebidanan pada ibu bersalin, Sumarah, dkk., 2009:108
3. Manajemen Komplikasi Kehamilan & Persalinan, Devi Yulianti, 2006:307
4. Ilmu Kebidanan, Hanifa Wiknjosastro, 2007: 195
5. fakultas kedokteran UNPAD, Obstetri fisiologi, 1983:294-296
6. Asuhan Persalinan Normal Asuhan Esensial Persalinan, JNPK-KR, 2007: 147
Tidak ada komentar:
Posting Komentar